Rabu, 13 Mei 2015

Psikologi Konseling

Konseling (counseling) biasanya kita kenal dengan istilah penyuluhan, yang secara awam dimaknakan sebagai pemberian penerangan, informasi, atau nasihat kepada pihak lain. Konseling sebagai cabang ilmu dan praktik pemberian bantuan kepada individu pada dasarnya memiliki pengertian yang spesifik sejalan dengan konsep yang dikembangakn dalam lingkup profesinya.
Diantara berbagai disiplin ilmu, yang memiliki kedekatan hubungan dengan konseling adalah psikologi, bahkan secara khusus dapat dikatakan bahwa konseling merupakan aplikasi dari psikologi, terutama jika dilihat dari tujuan, teori yang digunakan, dan proses penyelenggaraannya. Oleh karena itu telaah mengenai konseling dapat disebut dengan psikologi konseling (counseling psychology).
Dalam buku Psikologi Konseling oleh Latipun pada tahun 2006, kata konseling (counseling) berasal dari kata counsel yang diambil dari bahasa latin yaitu counselium, artinya ”bersama” atau ”bicara bersama”. Pengertian ”berbicara bersama-sama” dalam hal ini adalah pembicaraan antara konselor (counselor) dengan seseorang atau beberapa klien (Counselee). Dengan demikian counselium berarti, ”people coming together to again an understanding of problem that beset them were evident”, yang ditulis oleh Baruth dan Robinson (1987:2) dalam bukunya An Introduction to The Counseling Profession.
Carl Rogers, seorang psikolog humanistik terkemuka, berpandangan bahwa konseling merupakan hubungan terapi dengan klien yang bertujuan untuk melakukan perubahan self (diri) pada pihak klien. Pada intinya Rogers dengan tegas menekankan pada perubahan system self klien sebagai tujuan koseling akibat dari struktur hubungan konselor dengan kliennya.
Ahli lain, Cormier (1979) lebih memberikan penekanan pada fungsi pihak-pihak yang terlibat. Mereka menegaskan konselor adalah tenaga terlatih yang berkemauan untuk membantu klien. Pietrofesa (1978) dalam bukunya The Authentic Counselor, sekalipun tidak berbeda dengan rumusan sebelumnya, mengemukakan dengan singkat bahwa konseling adalah proses yang melibatkan seorang profesional berusaha membantu orang lain dalam mencapai pemahaman dirinya, membuat keputusan dan pemecahan masalah.
Meskipun bukan bermaksud merangkum berbagai pengertian yang dikemukakan oleh banyak ahli, Stefflre dan Grant menyusun pengertian yang cukup lengkap mengenai konseling ini. Menurut Stefflre dan Grant, terdapat empat hal yang mereka tekankan, yaitu:
1. Konseling Sebagai Proses
Konseling sebagai proses berarti konseling tidak dapat dilakukan sesaat. Butuh proses yang merupakan waktu untuk membantu klien dalam memecahkan masalah mereka, dan bukan terjadi hanya dalam satu pertemuan. Permasalahan klien yang kompleks dan cukup berat, konseling dapat dilakukan beberapa kali dalam pertemuan secara berkelanjutan.
2. Koseling Sebagai Hubungan Spesifik
Hubungan antara konselor dan klien merupakan unsur penting dalam konseling. Hubungan koseling harus dibangun secara spesifik  dan berbeda dengan hubungan sosial lainnya. Karena konseling membutuhkan hubungan yang diantaranya perlu adanya keterbukaan, pemahaman, penghargaan secara positif tanpa syarat, dan empati.
3. Konseling adalah Membantu Klien
Hubungan konseling bersifat membantu (helping). Membantu tetap memberikan kepercayaan pada klien dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan mereka. Hubungan konseling tidak bermaksud mengalihkan pekerjaan klien pada konselor, tetapi memotivasi klien untuk lebih bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan mengatasi masalahnya.
4. Konseling untuk Mencapai Tujuan Hidup
Konseling diselenggarakan untuk mencapai pemahaman dan penerimaan diri, proses belajar dari perilaku adaptif, dan belajar melakukan pemahaman yang lebih luas tentang dirinya yang tidak hanya membuat ”know about” tetapi juga ”how to” sejalan dengan kualitas dan kapasitasnya. Tujuan akhir konseling pada dasarnya adalah sejalan dengan tujuan hidupnya yang oleh Maslow (1968) disebut aktualisasi diri.

Senin, 13 April 2015

Hambatan Psikologi & Perilaku Negatif dalam Interpersonal Online-Relation



Hambatan Psikologi dalam Interpersonal-Relation
Sejalan berkembangnya ketertarikan interpersonal dalam internet muncullah suatu relationship (hubungan) seperti pertemanan, murid-guru, kelompok, hubungan kerja, bahkan hubungan kekasih. Namun dalam berjalannya hubungan tersebut tidak sepenuhnya lancar atau aman, bahkan ada beberapa kejadian dimana suatu hubungan harus hancur karena beberapa hal yaitu :
1) Antara kedua orang tersebut kurang bahkan tidak merasakan kedekatan emosional karena tidak melihat wujud fisik dari lawan bicaranya.

2) Tidak dapat melihat komunikasi non verbal yang diberikan komunikator kepada komunikannya padahal komunikasi non verbal itu penting dalam melakukan komunikasi agar terbentuk mutual understanding antara keduanya.

3) Begitu juga dalam penggunaan internet, biaya yang dikeluarkan lebih banyak daripada berkomunikasi dengan telepon karena harus mempunyai perangkat PC atau laptop beserta dengan jaringan telepon yang disambungkan untuk mengakses internet itu sendiri, kalaupun tidak menggunakan PC atau leptop sendiri maka akan mengeluarkan biaya untuk ke warnet untuk mengakses internet. Kemudian jika menggunakan media internet dalam melakukan komunikasi bermedio maka diperlukan keahlian khusus dalam mengoperasikan komputer maupun situs-situs yang ada di internet itu sendiri.

4) Banyak kebohongan yang terdapat dalam penggunaan media terlebih media virtual karena tidak dapat melihat gerak-gerik maupun gesture yang diungkapkan dalam non verbal dari lawan bicaranya dan pesan yang disampaikan tidak dapat sepenuhnya dipertanggungjawabkan karena tidak ada bukti yang otentik.

5) Identitas Palsu
Kapasitas dunia internet yang selalu bertambah dengan berbagai macam sosial media mengakibatkan banyaknya identitas palsu. Tentunya karena adanya identitas palsu menuntut kewasadaan tinggi para pengguna internet agar tidak mudah percaya dengan teman yang baru kenal lewat internet. Dalam dunia maya, seorang netter dapat menggunakan identitas palsu seperti identitas palsu yang dirancang seseorang pada akun facebooknya, atau bisa juga orang tersebut memalsukan sebagian statusnya seperti seorang yang telah menikan memasang status single pada facebooknya untuk mencari perhatian orang lain atau memudahkannya mencapai sesuatu.

6) Kurang Terjaminnya Komitmen.
Setiap hubungan dibutuhkan adanya komitmen yang disetujui oleh kedua belah pihak, dan komitmen bersifat mengikat. Di dalam dunia maya, seseorang bisa saja berjanji dan kemudian pooof menghilang begitu saja dan melupakan semua kesepakatan seperti pada kegiatan jual beli online sering terjadi penipuan dimana korban telah menyetor uang tetapi barang tidak dikirim atau sebaliknya, dan kemudian penjual atau pembeli yang belum memenuhi janjinya itu menghilang atau tidak online lagi.

7) Kurang Berlakunya Norma dan Etika
Sudah tidak jarang bahkan untuk saat ini sudah banyak kita lihat seorang pengguna internet yang terlalu frontal dalam memberikan komentar-komentarnya atau bahkan informasi tentuang suatu hal dijejaring sosial. sering adanya komentar yang kurang baik dan saling terjadi pertentangan dan perdebatan  yang biasanya tentang SARA  itu sering terjadi dalam beberapa situs. Jika anda berkunjung ke situs (yahoo.com) dimana situs tersebut memberikan informasi tentang suatu hal mengenai suatu agama, ragam, atau suku maka anda akan menemui komentar-komentar yang diketik dengan eksplisit dimana pada komentar tersebut menjelek-jelekkan suatu RAS, baik komentar pro ataupun kontra.


 
Perilaku Negatif dalam Interpersonal Online-Relation

Selain adanya hambatan dalam terjalinnya hubungan di dunia maya, di dalamnya juga terdapat beberapa perilaku negatif seperti :

1) Cyber Cheating
Bisa dibilang perselingkuhan. Perselingkuhan yang terjadi di internet dapat terjadi ketika seseorang yang secara nyata memiliki pasangan di dunia nyata, mereka bisa memiliki pasangan juga didunia maya. Misalkan, pria beristri memiliki sebuah akun di jejaring sosial, sedangkan istrinya tidak. Tanpa sepengetahuan istrinya, si suami memasang status ‘single’ di akun jejaring sosialnya itu. Secara tidak langsung, pria beristri ini berkesempatan untuk memiliki gadis single lainnya. Mengaku jika dia belum mempunyai pasangan, sehingga terjadilah perselingkuhan dengan teman yang berada di sosial medianya. Hal tersebut dapat dikatakan dengan cyber-cheating.

2) Cyber Flirting
Merayu atau menggoda juga seringkali terjadi dalam media sosial. Cyber flirting adalah suatu hal yang umum/biasa yang terjadi di jejaring sosial bahkan game. Namun yang menjadi perilaku negatifnya adalah merayu secara berlebihan dan menggunakan bahasa yang tidak sopan dan tidak baik, apalagi jika merayu seseorang yang sudah mempunyai pasangan, maka semakin terjadilah perilaku negatif cyber flirting tersebut.

3)  Kebebasan mengakses situs-situs buruk (situs porno)
Dengan kemudahan akses dalam berinternet, banyak situs-situs yang secara sengaja atau tidak sengaja terdapat banner atau iklan yang menampilkan gambar porno. Hal ini terkadang dapat di lihat ileh netter yang berumur masi muda atau belum cukup umur yang jika pc mereka tidak di protect oleh orang tua mereka.

4)  Perilaku negatif yang menimbulkan sikap SARA
Kurang adanya norma dan etika ketika kita berkomunikasi bisa saja menimbulkan ucapan atau sikap yang nantinya akan merujuk kepada arah yang menjelekkan suku, agama, atau ras. contoh  akun akun yang berisi pro dan kotra dalam jejaring sosial.

Minggu, 21 Desember 2014

pengebangan diri

Pengembangan Softskill di Gunadarma

aaaargh ribeeet itu kata kata yang muncul dari pikiran gw saat mendengar adanya materi baru pengembangan softskill di kampus tercinta..
masuk awal semester 3 ini selain menghadapi kelas baru dengan teman teman baru pula gw juga dihadapi oleh beberapa mata kuliah yang memang banyak tidak disukai orang banyak tapi mau bilang apalagi toh kita sudah menjadi mahasiswa dikampus jadi harus mengikuti segala komitmen yang ada termasuk mata kuliah mata kuliah yang harus kita hadapi.
nah dalam hal ini gw akan membahas sedikit tentang pengembangan softskill.
apa itu softskill..?
softskill sendiri memiliki artian kemampuan pada diri seseorang untuk berhubungan,berinteraksi,serta bekerjasama dengan orang lain
mengapa softskill penting..?
dunia kerja tidak hanya membutuhkan keahlian teknis semata (hardskill) tapi juga membutuhkan kemampuan emosional lunak yaitu softskill. kenyataanya pada dunia fakta keberhasilan seseorang ditentukan oleh 20% kemampuan teknis dan sisanya 80 % kemampuan non tekhnis(softskill) lebih tepatnya kecerdasan emosional. dalam dunia kerja kita juga dituntut bagaimana kita harus bisa berkomunikasi dengan baik,presentasi,serta bisa bekerjasama dalam suatu dunia kerja (team building) nah hal inilah menurut gw yang mendorong universitas gunadarma dalam hal membangun dan mengembangkan kemampuan softskill kepada para lulusan lulusan universitas gunadarma agar menjadi sumberdaya yang kompeten dan dapat bersaing di dunia kerja.
Dalam hal ini berkaitan dengan mata kuliah gw yaitu TEORI ORGANISASI UMUM yang berhubungan erat dengan softskill.
dosen softskill(maaf lupa nama dosen) tadi memberikan statementnya bahwasanya “orang yang pintar tetapi tidak memiliki kemampuan softskill pun akan menjadi percuma sedangkan orang yang biasa saja tetapi memiliki kemampuan softskil justru menjadi tidak biasa.” statement itu semakin memperkuat bahwa memang 80% penentu dunia kerja adalah softskill.
bagaimana softskill dapat dikembangkan..?
softskill dapat dikembangkan dengan memulai memberanikan diri kita berada di publik.seperti halnya harus berani berbicara di kelas,mengikuti kegiatan kegiatan keorganisasian yang dapat mengasah kemampuan komunikasi dan interaksi softskill yang kita miliki.
hal yang lebih menarik lagi kita dapat membangun blog portofolio elektronik untuk mengembangkan komunikasi yang baik di dunia luas seperti wordpress,blogger dan sebagainya. kita dapat melakukan penulisan penulisan dengan bahasa yang baik. nah disinilah yang menjadi konflik dari pemikiran gw. ketika gw menulis blog gw lebih nyaman menggunakan kata “GW” daripada menulis kata “SAYA” hal kecil inilah yang merupakan pengembangan softskill, namun semua butuh proses mungkin akan berubah perlahan demi perlahan nantinya pada diri gw seiring berkembangnya kemampuan softskill gw.
nah buat para pembaca menyadari pentingnya pengembangan diri dan softskill maka dari itu mulailah dari sekarang untuk membangun perlahan apa yang disebut softskill pada diri kita.tentu bukan tanpa alasan tetapi berkaitan dengan point point yang ada.
dan yang terpenting sekarang gw bisa lulus tepat waktu sebagai mahasiswa sistem informasi gunadarma yang tidak hanya memiliki kemamuan teknis(hardskill) namun juga memiliki kecerdasan emosional(softskill).

Kamis, 18 Desember 2014

TES PROYEKSI (Latar Belakang, Klasifikasi dan Fungsi Tes Proyeksi) LATAR BELAKANG TES PROYEKSI



LATAR BELAKANG TES PROYEKSI
Perkembangan psikologi proyektif banyak didasarkan sebagai protes terhadap teori atau aliran lama yang kebanyakan bersifat structuralism, behaviorism, yang kebanyakan memandang individu bukan suatu whole tetapi sebagai suatu kumpulan dari berbagai aspek.

Aspek psikologis manusia yang tidak disadari sulit diungkap dalam kondisi wajar (sukar diungkap melalui self report, inventory). Jadi dalam pendekatan proyektif diperlukan instrument khusus yang dapat mengungkap aspek-aspek ketidaksadaran manusia --- teknik proyektif ini kemungkinan subjek mau merespon, walaupun teknik proyektif mempunyai arti interpretatif Teknik ini pendekatannya menyeluruh (global approach).

Ada beberapa alasan mengapa kepribadian testi tidak diungkap atau ditanyakan secara langsung kepada testi, seperti pada personality inventories:
  1. Tidak semua orang dapat mengkomunikasikan dengan jelas ide-ide dan sikap-sikap yang ada dalam kesadarannya. 
  2. Umumnya lebih mudah menghindari mengatakan hal-hal tersebut walaupun tidak dengan maksud menyembunyikannya atau menipu. 
  3. Banyak hal yang tidak disadari oleh seseorang, yang tentu saja ia tidak mampu untuk mengemukakannya.
Konsep proyektif dalam memandang kepribadian:
  • Personality is a process, not only group of aspect 
  • Personality is an interaction between internal and external factors. They always share in their development process.
Tes ini berawal dari lingkungan klinis dan tetap merupakan alat yang penting bagi ahli klinis. Sejumlah metode berkembang dari prosedur terapeutis yang digunakan pada pasien psikiatris. Dalam kerangka teoritis, kebanyakan teknik proyektif mencerminkan pengaruh konsep psikoanalitik yang tradisional dan modern. Ada berbagai upaya yang terpisah yang meletakkan dasar bagi teknik proyektif dalam teori stimulus respon dan dalam teori perceptual tentang kepribadian. Asumsi dasarnya adalah apabila subjek atau individu dihadapkan pada hal-hal yang ambiguitas maka subjek akan memproyeksikan personalitinya melalui jawaban-jawaban terhadap stimulus itu. Syarat-syarat untuk proyeksi antara lain diperlukan screen dan layar. Screen adalah sebuah alat tes untuk memproyeksikan gambar dan stimulus.

Tes proyeksi adalah pengungkapan aspek psiklogis manusia dengan menggunakan alat proyeksi. Tes ini berdasar pada eksternalisasi aspek-aspek psikis terutama aspek-aspek ketidaksadaran ke dalam suatu stimulasi/rangsang yang kurang atau tidak berstruktur yang sifatnya ambigious agar dapat memancing berbagai alternatif jawaban tanpa dibatasi oleh apapun.

Pelopor tes proyeksi adalah Freud (1984) dengan teori psikodinamikanya, dan kemudian dikembangkan oleh Herman Rorschach (1921) dengan tes Rorschach dan Murray (1935) dengan tes TAT (Thematic Apperception Test) untuk mengungkap aspek-aspek kepribadian manusia.

Tes proyeksi memberikan stimuli yang artinya tidak segera jelas; yaitu beberapa hal yang berarti dia mendorong pasien untuk memproyeksikan kebutuhannya sendiri kedalam situasi tes. Tes proyeksi kemungkinan tidak mempunyai jawaban benar atau salah, orang yang diuji harus memberikan arti terhadap stimulus sesuai dengan kebutuhan dalamnya, kemampuan dan pertahanannya.

Oleh karena tes proyektif menuntut kesimpulan yang luas atau kualitatif (tend to subjective). Kecenderungan untuk subjektif ini dapat diatasi dengan pengetahuan, pengalaman yang besar terhadap tes. Validitas dan reliabilitas tes rendah, karena dalam memberikan kesimpulan sangat luas. 
MACAM-MACAM TES PROYEKSI

Macam-macam tes proyeksi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. ASSOCIATIVE TECHNIQUES
  • Subjek menjawab stimulus dengan perkataan, image, atau ide-ide yang pertama kali muncul. Ex : Rorschach Inkblots, Word Association
b. CONSTRUCTION PROCEDURES
  • Subjek mengkonstruk atau membuat suatu produk (cerita). Dan dari cerita itulah keadaan psikologis klien diungkap. Ex : TAT, MAPS (Make a picture story)
 c. COMPLETION TASKS
  • Melengkapi kalimat atau cerita yang sudah ada disedikana sebelumnya. Ex : SSCT, Rosenzweig Picture-Frustation Study
d. CHOICE OR ORDERING DEVICES
  • Mengatur kembali gambar, mencatat referensi atau semacamnya. Ex : Szondi Test, Tomkins-Horn Picture Arrangement Test
e. EXPRESSIVE METHODS
  • Gambar, cara / metode dalam menyelesaikan sesuatu dievaluasi. Ex : BAUM, HTP, DAP
Teknik-teknik dalam penyajian tes proyeksi ada bermacam-macam cara:
  1. Stimulus tidak berstruktur --- Stimulus yang diberikan (tes) tidak terstruktur seperti tes intelegensi. 
  2. Proses proyeksi --- pengungkapan keadaan psikologi klien dengan memproyeksikannya dalam bentuk reaksi terhadap tes yang disajikan. 
  3. Administrasi longgar --- Administrasi tes proyeksi biasanya tidak ada aturan baku, tergantung dengan kebutuhan klien dengan catatan tidak mempengaruhi hasil tes. 
  4. Testee oriented --- tes ini berorientasi pada testee 
  5. Unsur subjektifitas dalam interpretasi --- Dalam menginterpretasikan tes ini, unsure subjektivitas psikolog sangat berpengaruh. 
  6. Menyentuh bawah sadar --- tes proyeksi membantu mengungkapkan keadaan bawah sadar manusia.
FUNGSI TES PROYEKSI
Tes proyeksi berfungsi untuk mengungkap keadaan psikologi bawah sadar manusia yang selama ini di repres kealam bawah sadar. Melalui tes proyeksi ini diharapkan dinamika psikologis itu dapat dikeluarkan melalui alat bantu tes-tes proyeksi.

Sebagai sebuh tes, tes proyeksi mempunyai kelebihan dan kekurangan jika dibandingkan dengan tes-tes psikologi yang lain:

Kelebihan Tes Proyektif
  • Dapat mengungkap hal-hal di bawah sadar untuk keperluan klinis 
  • Dapat menurunkan ketegangan 
  • Bersifat ekonomis
Kekurangan Tes Proyektif
  • Validitas dan reliabilitasnya rendah 
  • Tester harus memiliki keterampilan yang khusus untuk dapat menggunakan tes ini dalam kaitannya dengan ketepatan melakukan diagnosa.

HUBUNGAN ANTROPOLOGI DENGAN PSIKOLOGI

Antropologi dan psikologi memiliki hubungan yang sangat erat. Mereka saling membutuhkan satu sama lain. Mengapa seperti itu ?? sebelum mengetahui jawabannya, mari kita lihat pengertian antara antropologi dan psikologi terlebih dahulu.
Antropologi berasal dari kata anthropos yang berarti manusia, dan logos yang berarti ilmu. Jadi bisa disimpulkan bahwa arti dari antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia.
Sedangkan, Psikologi berasal dari bahasa Yunani “Psyche” dan “Logos”. “Psyche” yang mempunyai arti nafas kehidupan yaitu ruh atau jiwa. “Logos” yang artinya ilmu pengetahuan, jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejala-gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya.
Dari pengertian keduanya dapat kita ketahui hubungan antara antropologi dengan psikologi. Karena psikologi mempelajari tentang jiwa, yaitu jiwa manusia. Seorang psikolog tentu harus tau terlebih dahulu mengenai manusia itu sendiri. Seperti apa Manuisa itu, bagaimana kegiatan mereka sehari-hari, apa saja kebiasaannya. Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat kita peroleh jawabannya dengan mempelajari ilmu antropologi. Bagaimana bisa seorang calon psikolog yang mempelajari tentang jiwa manusia, tetapi tidak mengetahui tentang manusia yang jiwanya sedang dipeajari.
Begitu pula sebaliknya, apabila seorang yang mempelajari ilmu antropologi lalu tidak mempelajari ilmu psokologi, sepertinya kurang lemgkap. Karena antropologi hanya mempelajari tentang manusianya saja. Mungkin akan lebih lengkap lagi ketika seorang antropologi mengetahui juga tentang jiwa yang terdapat pada manusia, perasaan-perasaan apa sajakah yang terdapat dalam diri manusia tersebut.
Oleh sebab itu, di atas saya berpendapat bahwa antropologi dan psikologi memiiki hubungan sangat erat. Keduanya juga memiliki hubungan timbal balik, saling membutuhkan satu sama lain. Ilmu psikologi sangat membutuhkan ilmu antropologi, karena sebelum mempelajari tentang jiwa seorang manusia terlebih dahulu kita pelajari manusia itu sendiri.

KONSEP DASAR ASESMEN



Dalam upaya memberikan layanan pendidikan yang tepat/sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus maka diperlukan langkah-langkah yang sistematis. Langkah itu diawali dengan proses asesmen. Setiap anak berkebutuhan khusus harus melalui proses asesmen itu sehingga akan diperoleh gambaran kemampuan dan kebutuhan belajarnya.
Apabila proses asesmen tidak dilakukan maka pembelajaran yang dilakukan tidak memiliki dasar/pijakan untuk mencapai indikator materi pembelajaran yang diharapkan. Anak-anak pun akan kesulitan menguasai materi pembelajaran karena materinya tidak sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan belajarnya. Kegagalan dalam pembelajaran dapat diakibatkan oleh tidak adanya data hasil asesmen. Dengan demikian asesmen memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam menentukan keberhasilan pembelajaran.
Mengingat begitu pentingnya asesmen ini maka setiap guru bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) harus memahami dan mengimplementasikan asesmen. Tulisan ini hadir bermaksud untuk memberikan pemahaman dasar mengenai asesmen agar guru-guru ABK dapat mengimplementasikan asesmen dengan dasar-dasar asesmen yang kuat.
A. Definisi Asesmen
Perlu difahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan tes, evaluasi dan asesmen. Tes adalah mengukur kemampuan dengan soal-soal. Evaluasi adalah aktifitas yang di dalamnya terdapat aktifitas pengukuran dan penilaian (membandingkan) yang kemudian memaknai hasilnya.
Sedangkan asesmen adalah serangkaian proses yang di dalamnya terdapat aktifitas tes dan evaluasi dalam rangka memperoleh gambaran yang lengkap mengenai kemampuan dan hambatan belajar yang dimiliki oleh anak sehingga berdasarkan gamabaran/data itu dapat diambil keputusan untuk menentukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan belajar anak. Sejalan dengan definisi berikut bahwa asesmen adalah mengumpulkan informasi yang relevan, sabagai bahan  untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan, dan menerapkan seluruh proses pembuatan keputusan tersebut (Mcloughlin and Lewis, 1986:3; Rochyadi &  Alimin  2003:44; Sodiq, 1996; Fallen dan Umansky, 1988 dalam Sunardi dan Sunaryo, 2006:80).  Demikian pula dengan apa yang dinyatakan oleh McLEan, Wolery, dan Bailey (2004 dalam Rahardja, Dajdja, 2006:14) bahwa asesmen merupakan istilah umum yang berhubungan dengan proses pengumpulan informasi untuk tujuan pengambilan keputusan.

B. Tujuan Asesmen
1. Screening/penyaringan. Untuk mengidentifikasi anak-amak yang memiliki kebutuhan khusus.
2. Diagnosis. Untuk menentukan jenis dan berat/ringannya kebutuhan khusus.
3. Perencanaan program
4. Penempatan
5. Grading/Penilaian
6. Evaluation
7. Prediction. Untuk memperkirakan potensi atau kinerja anak atau kelompok anak dimasa dating
8. Guidance. Dapat digunakan untuk bimbngan sehubungan karir.

C. Pendekatan Asesmen
1. Asesmen Formal
Asesmen formal adalah asesmen standar atau asesmen yang menggunakan instrumen baku, misalnya WISC (tes kecerdasan), PMC, Basal Reading Tes Minosetta, dll. Instrumen tersebut telah mengalami standarisasi melalui eksperimen yang ketat dengan jumlah sampel yang sangat banyak.
2. Asesmen Informal
Asesmen informal adalah asesmen yang dibuat dan dikembangkan oleh guru berdasarkan aspek-aspek perkembangan atau kurikulum yang berkaitan dengan kemampuan belajar anak. Asesmen informal ini hanya berlaku kasuistis, maksudnya berlaku pada komunitas anak dimana guru itu membuat dan menerapkan asesmen. Belum tentu sesuai atau cocok diterapkan pada komunitas anak ditempat lain.

D. Subjek Asesmen
Siapakah yang perlu diasesmen? Tentunya semua anak membutuhkan asesmen ini. Semua anak harus memperoleh hak pendidikan dan hak belajarnya maka semua anak perlu memperoleh proses asesmen agar hak pendidikan dan hak belajarnya terpenuhi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.
Anak pada umumnya membutuhkan asesmen, terlebih lagi anak-anak berkebutuhan khusus yang rentan terhadap kegagalan dalam proses pembelajaran. Semua anak berkebuthan khusus harus diasesmen sebelum mereka memulai proses pembelajaran.
Semua subjek akan memperoleh strategi, lingkup, dan teknik asesmen yang sama. Perbedaannya terletak pada prosedur dan item-item soal dan instruksi yang ada dalam proses asesmen. Faktor usia juga menentukan bentuk item soal dan evakuasi yang akan diberikan. Misalnya asesmen membaca permulaan pada anak tunagrahita akan berebda dengan anak pada umumnya. Item-item soal pada anak tunagrahita harus memiliki instruksi yang jelas bahkan perlu dibuat dengan bahasa atau simbol yang sesuai dengan pekembangan anak tunagrahita. Namun pada prinsipnya asesmen bagi semua anak adalah sama.

E. Strategi
1. Asesmen Statis
Asesmen statis adalah asesmen yang dilakukan berdasarkan pola waktu yang telah ditentukan. Misalnya dilakukan pada awal masuk sekolah atau tahun pelajaran baru, tengah semester dan akhir semester.
2. Asesmen Dinamis
Asesmen dinamis adalah asesmen yang dilakukan tanpa terikat oleh pola waktu. Asesor terus melakukan penilaian, pengukuran dan evaluasi sepanjang perkembangan anak dalam proses belajar atau kehidupannya. Setiap hasil asesmen menjadi baseline bagi asesmen berikutnya.

F. Lingkup
1. Asesmen berbasis Perkembangan
-    Kognitif
-    Sosial – Emosi
-    Fisik – Motorik
2. Asesmen berbasis Kurikulum
-    Bahasa (bicara, mendengarkan, membaca, menulis)
-    Aritmatika/Matematika

G. Teknik
Tekniknya meliputi tes, evaluasi, wawancara, observasi, dan analisis pekerjaan anak. Dalam satu proses asesmen, biasanya semua teknik itu digunakan, tidak hanya satu teknik saja.

H. Prosedur
Prosedurnya tergantung pada lingkup asesmen yang akan dilakukan dan tergantung subjeknya.